Thymos
Oleh: Jousairi Hasbullah
Adalah suatu yang mustahil dapat membangun suatu bangsa dengan baik, benar dan kuat tanpa kita mampu menciptakan keseimbangan antara tiga bagian dari kebutuhan jiwa manusia yang oleh Plato disebut sebagai desire (keinginan untuk mencari sesuatu di luar diri mereka), reason (rasionalitas yang menunjukkan jalan terbaik untuk mencapai keinginan) dan thymos (bagian dari jiwa manusia yang membutuhkan pengakuan dan penghargaan) serta emos (innate human sense of justice).
Tanpa desire manusia tidak mungkin memiliki ide dan cara untuk mencapai keinginan-keinginannya seperti pemenuhan kebutuhan fisik berupa makanan dan non-makanan maupun kebutuhan non fisik seperti kesehatan, pendidikan, dan jenis pekerjaan yang layak. Desire ini pula sebagai titik tolak lahirnya reason yang memberikan jalan bagi manusia untuk berpikir, belajar, menemukan strategi pemecahan masalah, mengejar keuntungan-keuntungan materi, kompetisi, dan pencapaian dalam kehidupannya.
Tetapi, dengan melandaskan kehidupan hanya dalam batas-batas desire dan reason, manusia akan hidup tanpa kendali. Keserakahan, anarkisme, absolutisme, dan mentalitas yang kuat akan memakan yang lemah akan mendominasi kehidupan masyarakat dan bangsa jika tidak diimbangi oleh bekerjanya semangat untuk mengakui tentang thymos dan emos bagi manusia yang lain.
Thymos adalah suatu spirit dalam jiwa manusia yang senantiasa mencari pengakuan (recognition) dari orang lain akan keberhargaannya sebagai manusia, atau kebanggaan akan kepemilikannya atas benda-benda, prinsip hidup dan pencapaiannya. Dalam bahasa lain yang cukup popular dewasa ini thymos disamakan dengan apa yang disebut sebagai self-esteem. Kecenderungan untuk merasakan self-esteem ini datang dari bagian lain dari jiwa manusia yang disebut sebagai emos. Perasaan memiliki dan mendapat pengakuan ini jika ternyata dalam realitas justru tidak didapat akan muncul perasaan marah. Sebaliknya, jika pengakuan itu dirasakan sesuai dengan yang seharusnya, maka akan muncul kebanggaan.
Thymos inilah yang menurut Hegel, dalam sejarah peradaban manusia, yang telah menggerakkan manusia kepada berbagai pertempuran, kematian dan pengorbanan demi thymos yaitu perasaan untuk dibanggakan oleh orang lain. Thymos inilah yang telah menciptakan stratifikasi manusia dalam kehidupan kemasyarakatan yang feudal yang memunculkan segregasi antara para bangsawan dan para budaknya (the masters and the slaves). Tetapi relasi yang terbangun antara para bangsawan dan budaknya juga gagal melahirkan dan memenuhi the desire for recognition baik bagi tuannya apalagi bagi budaknya. Bagi budak, jangankan mampu memenuhinya, kehidupan yang seharusnya sebagai manusia pun belum cukup memenuhi syarat.
Para tuan juga tidak pernah merasa terpuaskan, karena tidak mendapatkan pengakuan dari para tuan yang lain. Dalam proses evolusi kehidupan bermasyarakat yang menuju ke arah yang demokratis, ketidakseimbangan pengakuan lambat laun tergantikan dengan kemunculan reciprocal recognition di mana setiap anggota masyarakat mengakui harga diri dan kemanusiaan dari setiap manusia yang lain. Dalam konteks negara, dignity ini diakui melalui penjaminan hak-hak masyarakat.
Kombinasi antara desire dan reason ini yang dapat menerangkan tentang pembangunan industrialisasi atau dalam kehidupan ekonomi, tetapi ini hanya secara parsial menerangkan tentang pemenuhan thymos yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bagian dari kebijakan yang dapat menerangkan salah satu dimensi pemenuhan thymos adalah melalui pemenuhan akan kebutuhan pendidikan massal yang sangat diperlukan oleh lapisan masyarakat miskin. Pemenuhan thymos ini juga dapat diperoleh melalui kebanggaan akan pekerjaan, dan lain-lain.
Jousairi Hasbullah
Seameo Biotrop, Tajur Bogor 22 Mei 2007
Kamis, 19 Juli 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar